Rabu, 11 Januari 2012

Problem Ketahanan Pangan dan Nasib Petani


Akhir-akhir ini, rakyat Indonesia sering dikejutkan dengan berita banyaknya anakanak yang menderita gizi buruk atau bahkan busung lapar di beberapa wilayah. Sebagai contoh, 66.685 anak di Nusa Tenggara Timur (Kompas, 7/6/2005), sekitar 49.000 anak di Nusa Tenggara Barat (Kompas, 4/6/2005), 425 anak di Boyolali (Kompas, 7/6/2005), 11.368 anak di Sumba Barat (Kompas, 16/6/2005), dan masih banyak lagi, menderita gizi buruk yang sangat memprihatinkan, dan sebagian dari mereka meninggal dunia karena orangtuanya tidak bisa memenuhi kebutuhan gizi anaknya. Dan berdasarkan peta orang lapar yang dibuat oleh Food and Agricultural Organization (FAO), hampir di seluruh wilayah Indonesia termasuk daerah rawan pangan.Kenapa hal ini sampai terjadi?Padahal, Indonesia dikenal dengan negeri yang subur dan makmur.

 
Sebelum melihat persoalan dibalik gizi buruk dan busung lapar, ada baiknya dilihat dulu definisi dari “ketahanan pangan”. Menurut Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan, pada pasal 1 ayat 17, 
 menyebutkan “ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau”. Dalam UU ini, ketahanan pangan ditujukan kepada kebutuhan rumah tangga, karena asumsi bahwa rumah tangga adalah bentuk kesatuan masyarakat terkecil di Indonesia.



PENDAPAT SAYA ;


Banyaknya  anak-anak yang mengalami kekurangan gizi di Indonesia tidak lainadalah karna tidak mampunya orang tua mereka untuk membeli makanan yang bergizi untuk anak-anak mereka.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar